Awal perjalanan kuš¤
Siapa disini yang waktu kecil suka gangguin ibunya
kerja? Aku, aku! Dulu, tempat favoritku adalah tempat
kerja ibuku. Ibuku bekerja sebagai penjahit, dan tempat
kerjanya ada di rumah. Jadi, hampir setiap waktu aku
berada di sana. Pulang sekolah, pulang ngaji, aku pasti
nongkrong di tempat itu. Pokoknya, tempat itu adalah
tempat yang penuh kenangan buat aku.
Di sela-sela ibu kerja, dia sering bercanda denganku.
Meskipun sedang sibuk, nggak pernah tuh aku merasa
kesepian. Ibu selalu bisa membuat suasana jadi ceria.
Aku juga suka bercerita panjang lebar tentang apapun,
dan ibu selalu dengan gembira mendengarkan. Dari kecil
aku merasa banget kalau ibu itu selalu mendukung apa
pun yang aku lakukan. Dan karena itu, kalau sekarang ceritaku nggak didengerin, rasanya kayak ada yang
kurang, gitu. Sedih, kan?
Aku sangat sayang sama ibuku. Salah satu kebiasaan
yang paling aku ingat adalah waktu kecil aku suka cium
pipi dan kening ibu sebelum pergi. Itu rasanya hangat
banget, kayak di peluk dari jauh. Dan ibu juga nggak
pernah lupa, pasti dia juga cium pipi dan keningku. Itu
momen yang bikin aku merasa sangat dicintai.
Selain itu, waktu kecil aku aktif banget! Setelah pulang
sekolah, aku sering main sepedaan keliling kampung
bareng teman-teman sampai waktu maghrib tiba. Aku
juga hobi koleksi boneka. Di rumah ada banyak banget
boneka yang selalu aku rawat, dan setiap boneka punya
cerita masing-masing. Kadang aku suka cerita tentang
boneka-boneka itu ke ibu, dan dia selalu excited
dengerin cerita aku, bahkan kalau ceritanya nggak masuk
akal banget.
Meski aku lebih sering main, aku nggak pernah absen
dari juara kelas. Di SD, aku hampir selalu jadi juara tiga, kadang juara dua. Orang tua aku bangga banget,
terutama ibu. Senyum ibu pas menerima raporku adalah
kenangan yang nggak akan pernah aku lupakan. Terima
kasih, Bapak dan Ibu, kalian adalah semangatku.
Ngomongin soal bapak, aku jadi inget kenakalan
pertama yang bikin bapakku marah besar. Waktu itu aku
baru berusia enam tahun, dan seperti yang aku bilang,
waktu itu pikiranku cuma main-main. Suatu sore, aku
main di rumah temen yang baru aku kenal. Aku nggak
sadar waktu sudah semakin gelap dan hujan mulai turun.
Bapakku, yang khawatir banget, mulai marah karena aku
belum pulang juga. Semua anggota keluarga jadi cemas,
dan bapak nyuruh kakakku buat nyariin aku. Kakakku
keliling ke rumah teman-temanku, tapi nggak ada yang
tahu aku ada di mana.
Akhirnya, kakakku nemuin aku di rumah tetangga yang
jaraknya lumayan jauh. Sebelumnya aku nggak pernah
main di sana, jadi agak kaget juga dia bisa nemuin aku.
Begitu kakakku bawa aku pulang, bapak sudah nunggu
di pintu dengan wajah yang galak. Aku langsung cemberut, takut banget. Tapi meskipun bapak marah, dia
nggak pernah ngomong kasar apalagi mukul. Hanya
nanya, "Kenapa belum pulang, nggak takut petir?" Aku
cuma bisa nangis, karena takut banget kena marah. Tapi
ya, itu pengalaman yang bikin aku kapok nggak main
jauh-jauh lagi. Setelah kejadian itu, aku lebih sering
main di rumah teman-teman yang dekat-dekat saja.
Selain itu, ada juga kenangan indah waktu aku kecil,
yaitu dengan sahabat kecilku, Ana Khoirunnisa, yang
biasa aku panggil Dek Ninis. Dia adalah teman sekaligus
saudara sepupu. Dulu kami sering banget main bareng,
terutama setiap sore setelah pulang sekolah. Bahkan,
kami sampai dicap "kembar" saking seringnya kami
berdua. Meskipun kadang kita suka bertengkar, tapi
lama-lama malah jadi candaan lucu. Kami juga sempat
jualan bareng di sekolah, aku jualan makanan, dia jualan
es. Itu seru banget, kita dapat banyak teman dan belajar
banyak hal tentang bisnis kecil-kecilan. Sayangnya,
bisnis kecil kita berhenti waktu pandemi, sekolah
diliburkan, dan kita jadi nggak bisa jualan setiap hari
lagi. Waktu aku lulus SD, bapak memberikan hadiah yang
luar biasa untukku: sebuah handphone. Hadiah itu aku
dapat karena berhasil menyelesaikan hafalan ngajiku.
Bapak sangat senang, dan aku juga sangat bangga bisa
membuat mereka bahagia. HP itu masih aku pakai
sampai sekarang, dan itu selalu mengingatkanku pada
usaha dan doa orang tuaku. Seiring berjalannya waktu,
aku sadar bahwa semua kenangan indah dan pelajaran
yang aku dapatkan dari bapak dan ibu telah membentuk
siapa aku hari ini.
Terima kasih, Bapak dan Ibu, atas semua yang kalian
lakukan untukku. Tanpa kalian, aku nggak akan menjadi
seperti sekarang. Aku cinta kalian!
Komentar
Posting Komentar