Awal perjalanan kušŸ¤

 Siapa disini yang waktu kecil suka gangguin ibunya

kerja? Aku, aku! Dulu, tempat favoritku adalah tempat

kerja ibuku. Ibuku bekerja sebagai penjahit, dan tempat

kerjanya ada di rumah. Jadi, hampir setiap waktu aku

berada di sana. Pulang sekolah, pulang ngaji, aku pasti

nongkrong di tempat itu. Pokoknya, tempat itu adalah

tempat yang penuh kenangan buat aku.

Di sela-sela ibu kerja, dia sering bercanda denganku.

Meskipun sedang sibuk, nggak pernah tuh aku merasa

kesepian. Ibu selalu bisa membuat suasana jadi ceria.

Aku juga suka bercerita panjang lebar tentang apapun,

dan ibu selalu dengan gembira mendengarkan. Dari kecil

aku merasa banget kalau ibu itu selalu mendukung apa

pun yang aku lakukan. Dan karena itu, kalau sekarang ceritaku nggak didengerin, rasanya kayak ada yang

kurang, gitu. Sedih, kan?

Aku sangat sayang sama ibuku. Salah satu kebiasaan

yang paling aku ingat adalah waktu kecil aku suka cium

pipi dan kening ibu sebelum pergi. Itu rasanya hangat

banget, kayak di peluk dari jauh. Dan ibu juga nggak

pernah lupa, pasti dia juga cium pipi dan keningku. Itu

momen yang bikin aku merasa sangat dicintai.

Selain itu, waktu kecil aku aktif banget! Setelah pulang

sekolah, aku sering main sepedaan keliling kampung

bareng teman-teman sampai waktu maghrib tiba. Aku

juga hobi koleksi boneka. Di rumah ada banyak banget

boneka yang selalu aku rawat, dan setiap boneka punya

cerita masing-masing. Kadang aku suka cerita tentang

boneka-boneka itu ke ibu, dan dia selalu excited

dengerin cerita aku, bahkan kalau ceritanya nggak masuk

akal banget.

Meski aku lebih sering main, aku nggak pernah absen

dari juara kelas. Di SD, aku hampir selalu jadi juara tiga, kadang juara dua. Orang tua aku bangga banget,

terutama ibu. Senyum ibu pas menerima raporku adalah

kenangan yang nggak akan pernah aku lupakan. Terima

kasih, Bapak dan Ibu, kalian adalah semangatku.

Ngomongin soal bapak, aku jadi inget kenakalan

pertama yang bikin bapakku marah besar. Waktu itu aku

baru berusia enam tahun, dan seperti yang aku bilang,

waktu itu pikiranku cuma main-main. Suatu sore, aku

main di rumah temen yang baru aku kenal. Aku nggak

sadar waktu sudah semakin gelap dan hujan mulai turun.

Bapakku, yang khawatir banget, mulai marah karena aku

belum pulang juga. Semua anggota keluarga jadi cemas,

dan bapak nyuruh kakakku buat nyariin aku. Kakakku

keliling ke rumah teman-temanku, tapi nggak ada yang

tahu aku ada di mana.

Akhirnya, kakakku nemuin aku di rumah tetangga yang

jaraknya lumayan jauh. Sebelumnya aku nggak pernah

main di sana, jadi agak kaget juga dia bisa nemuin aku.

Begitu kakakku bawa aku pulang, bapak sudah nunggu

di pintu dengan wajah yang galak. Aku langsung cemberut, takut banget. Tapi meskipun bapak marah, dia

nggak pernah ngomong kasar apalagi mukul. Hanya

nanya, "Kenapa belum pulang, nggak takut petir?" Aku

cuma bisa nangis, karena takut banget kena marah. Tapi

ya, itu pengalaman yang bikin aku kapok nggak main

jauh-jauh lagi. Setelah kejadian itu, aku lebih sering

main di rumah teman-teman yang dekat-dekat saja.

Selain itu, ada juga kenangan indah waktu aku kecil,

yaitu dengan sahabat kecilku, Ana Khoirunnisa, yang

biasa aku panggil Dek Ninis. Dia adalah teman sekaligus

saudara sepupu. Dulu kami sering banget main bareng,

terutama setiap sore setelah pulang sekolah. Bahkan,

kami sampai dicap "kembar" saking seringnya kami

berdua. Meskipun kadang kita suka bertengkar, tapi

lama-lama malah jadi candaan lucu. Kami juga sempat

jualan bareng di sekolah, aku jualan makanan, dia jualan

es. Itu seru banget, kita dapat banyak teman dan belajar

banyak hal tentang bisnis kecil-kecilan. Sayangnya,

bisnis kecil kita berhenti waktu pandemi, sekolah

diliburkan, dan kita jadi nggak bisa jualan setiap hari

lagi. Waktu aku lulus SD, bapak memberikan hadiah yang

luar biasa untukku: sebuah handphone. Hadiah itu aku

dapat karena berhasil menyelesaikan hafalan ngajiku.

Bapak sangat senang, dan aku juga sangat bangga bisa

membuat mereka bahagia. HP itu masih aku pakai

sampai sekarang, dan itu selalu mengingatkanku pada

usaha dan doa orang tuaku. Seiring berjalannya waktu,

aku sadar bahwa semua kenangan indah dan pelajaran

yang aku dapatkan dari bapak dan ibu telah membentuk

siapa aku hari ini.

Terima kasih, Bapak dan Ibu, atas semua yang kalian

lakukan untukku. Tanpa kalian, aku nggak akan menjadi

seperti sekarang. Aku cinta kalian!

Komentar

Postingan Populer